Minggu, 20 Desember 2020

BLOG tentang Pendekatan Whole Language!

 Whole language  adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa  yang menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah. (Edelsky, 1991; Froese, 1990; Goodman, 1986; Weafer, 1992, dalam Santosa, 2004). Para ahli  whole language berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg, 1991). Oleh karena itu, pengajaran keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik. Pengajaran tentang penggunaan tanda baca, umpamanya, diajarkan sehubungan dengan pembelajaran keterampilan menulis. Demikian juga pembelajaran membaca dapat diajarkan bersamaan dengan pembelajaran berbicara, pembelajaran sastra dapat disajikan bersamaan dengan pembelajaran membaca dan menulis ataupun berbicara. Selain itu, dalam pendekatan whole language ,  pembelajaran bahasa dapat juga disajikan sekaligus dengan materi pelajaran lain, umpamanya bahasa-matematika, bahasa-IPS, bahasa-sains, bahasa-agama.  Pendekatan whole language didasari oleh paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa anak membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran aktifnya dalam belajar secara utuh (whole ) dan terpadu (integrated ) (Robert dalam Santosa, 2004:2.3). Anak termotivasi untuk belajar jika mereka melihat bahwa yang dipelajarinya memang bermakna bagi mereka. Orang dewasa, dalam hal ini guru, berkewajiban untuk menyediakan lingkungan yang Metodologi Pembelajaran  menunjang untuk siswa agar mereka dapat belajar dengan baik. Fungsi guru dalam kelas whole language berubah dari fungsi desiminator informasi menjadi fasilitator (Lamme & Hysmith, 1993).

Ciri-ciri Kelas Whole Language

Ada tujuh ciri yang menandakan kelas whole language

a. Kelas yang menerapkan whole language  penuh dengan barang cetakan. Barang-barang tersebut kabinet dan sudut belajar. Poster hasil kerja siswa menghiasi dinding dan  bulletin board.  Karya tulis siswa dan chart  yang dibuat siswa menggantikan bulletin board  yang dibuat oleh guru. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakaan yang dilengkapi berbagai jenis buku (tidak hanya buku teks), majalah, koran, kamus, buku petunjuk dan berbagai barang cetak lainnya.

b. Siswa belajar melalui model atau contoh. Guru dan siswa bersama-sama melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara.

c. Siswa bekerja dan belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya.

d. Siswa berbagi tanggung jawab dalam pembelajaran. Peran guru di kelas whole language  hanya sebagai fasilitator dan siswa mengambil alih beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan oleh guru.

e. Siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran bermakna. Dalam hal ini interaksi guru adalah multiarah.

f. Siswa berani mengambil risiko dan bebas bereksperimen. Guru tidak mengharapkan kesempurnaan, yang penting adalah respon atau jawaban yang diberikan siswa dapat diterima.

g. Siswa mendapat balikan (feed back)  positif baik dari guru maupun temannya. Konferensi antara guru dan siswa memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penilaian diri dan melihat perkembangan diri. Siswa yang mempresentasikan hasil tulisannya mendapatkan respon positif dari temannya. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya diri.  Dari ketujuh ciri tersebut dapat terlihat bahwa siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Guru tidak perlu berdiri lagi di depan kelas meyampaikan materi. Sebagai fasilitator guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan siswa. Dalam hal ini guru menilai siswa secara informal.

Penilaian dalam Kelas Whole Language

Dalam kelas whole language  guru senantiasa memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Secara informal selama pembelajaran berlangsung guru memperhatikan siswa menulis, mendengarkan siswa berdiskusi baik dalam kelompok maupun diskusi kelas. Ketika siswa bercakap-cakap dengan temannya atau dengan guru, penilaian juga dilakukan. Bahkan, guru juga memberikan penilaian saat siswa bermain selama waktu istirahat. Kemudian, penilaian juga berlangsung ketika siswa dan guru mengadakan konferensi. Walaupun guru tidak terlihat membawa-bawa buku, guru menggunakan alat penilaian seperti lembar observasi dan catatan anekdot. Dengan kata lain, dalam kelas whole language  guru memberikan penilaian pada siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Selain penilaian informal, penilaian juga dilakukan dengan menggunakan portofolio. Portofolio adalah kumpulan hasil kerja selama kegiatan pembelajaran. Dengan portofolio perkembangan siswa dapat terlihat secara otentik.

Jumat, 11 Desember 2020

definisi Teknik brainstorming

 Teknik brainstorming pertama kali dicetuskan oleh Alex Osborn pada tahun 1953 dalam bukunya Applied Imagination. Brainstorming berarti to storm a problem with ideas (menyerbu suatu masalah dengan ide-ide). Brainstorming atau penyerbuan dengan ide-ide yang sebanyak mungkin terhadap suatu masalah dilangsungkan dalam suatu pertemuan. Teknik ini pada dasarnya adalah menerapkan diadakannya suatu sidang serbuan gagasan untuk memecahkan masalah. Pada pembelajaran dengan teknik brainstorming, setiap siswa dianjurkan mengajukan pendapat atau gagasan yang sebanyak-banyak mungkin untuk kemudian dicatat.


Penggalian ide dengan teknik ini bermula dari pemikiran Osborn yang menganggap bahwa aliran ide spontan yang muncul dari banyak orang lebih baik daripada gagasan seorang diri. Brainstorming mengacu pada penggalian ide berdasarkan kreativitas berpikir manusia. Peserta diskusi bebas menyampaikan pendapat tanpa rasa takut terhadap kritik dan penilaian sebab selama tahap pengumpulan ide semua gagasan akan ditampung tanpa terkecuali. Dalam prosesnya, tidak boleh dilangsungkan perdebatan atau diberikan kritik terjadap sesuatu ide yang dilontarkan.

Osborn dalam Gie (1995) mensyaratkan 4 ketentuan dalam melaksanakan teknik brainstorming yaitu:
1. Kritik tidak diperkenankan
2. Pengaliran ide secara bebas dianjurkan
3. Kualitas lebih diharapkan
4. Penggabungan dan penyampuran dicari
Selain menyumbangkan gagasan sendiri, setiap peserta diharapkan menyarankan bagaimana ide peserta lain dapat disempurnakan menjadi ide yang lebih baik atau bagaimana dua atau lebih ide dapat digabungkan menjadi satu lagi ide.

Tujuan dan Manfaat Brainstorming
Brainstorming bertujuan untuk mendapatkan gagasan dan ide-ide baru dari anggota kelompok dalam waktu yang relatif singkat tanpa adanya sifat kritis yang ketat. Sedangkan manfaat yang bisa diperoleh oleh suatu tim kerja yang melakukan teknik brainstorming, diantaranya adalah sebagai berikut:

• Mengidentifikasi masalah
Teknik brainstorming cukup efektif untuk menyelidiki sebab akibat terjadinya masalah karena masing-masing peserta diskusi akan mengeksplorasi faktor-faktor pemicu masalah. Setelah semua peserta mengutarakan gagasannya mediator bisa menarik kesimpulan penyebab permasalahan tersebut.

• Menganalisis situasi
Peserta diskusi akan menganalisis permasalahan dan situasi yang dihadapi oleh tim kerja tersebut saat ini.

• Mengalirkan ide-ide baru
Manfaat utama dari teknik brainstorming adalah mendapatkan ide sebanyak mungkin dari para anggota. Semua peserta bebas menyampaikan ide kreatif tanpa dibatasi oleh aturan-aturan tertentu.

• Menganalisis ide-ide
Aliran ide-ide segar dan inovatif dari peserta diskusi akan dianalisis dalam sebuah diskusi lanjutan. Panel diskusi kemudian akan membahas ide-ide mana saja yang relevan dan dapat diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut.

• Menentukan alternatif pemecahan masalah
Panel diskusi menentukan alternatif pemecahan masalah berdasarkan ide-ide yang telah disepakati bersama.

• Merencanakan langkah-langkah dan kegiatan yang akan dilakukan untuk memperbaiki masalah
Salah satu manfaat dari teknik ini adalah untuk menyusun langkah-langkah berikutnya sebagai upaya perbaikan masalah. Panel diskusi dapat merumuskan perencanaan jangka panjang berdasarkan curah gagasan atau sumbang saran dari peserta brainstorming.

Jumat, 04 Desember 2020

Kompetensi Belajar Bahasa dan Pengembangannya!

A.      TEORI BEHAVIORISME

Tokoh aliran ini adalah John B. Watson (1878 – 1958) yang di Amerika dikenal sebagai bapak Behaviorisme. Teorinya memumpunkan perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan antara stimulus dan respons pada dunia sekelilingnya. Menurut teori ini, semua perilaku ditimbulkan oleh adanya rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan diketahui maka gerak balas pun dapat diprediksikan. Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi setiap perilaku dapat dipelajari menurut hubungan stimulus - respons.

Untuk membuktikan kebenaran teorinya, Watson mengadakan eksperimen terhadap Albert, seorang bayi berumur sebelas bulan. Pada mulanya Albert adalah bayi yang gembira dan tidak takut bahkan senang bermain-main dengan tikus putih berbulu halus. Dalam eksperimennya, Watson memulai proses pembiasaannya dengan cara memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap kali Albert mendekati dan ingin memegang tikus putih itu. Akibatnya, tidak lama kemudian Albert menjadi takut terhadap tikus putih juga kelinci putih. Bahkan terhadap semua benda berbulu putih, termasuk jaket dan topeng Sinterklas yang berjanggut putih. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaziman dapat mengubah perilaku seseorang secara nyata.
Seorang behavioris menganggap bahwa perilaku berbahasa yang efektif merupakan hasil respons tertentu yang dikuatkan. Respons itu akan menjadi kebiasaan atau terkondisikan, baik respons yang berupa pemahaman atau respons yang berwujud ujaran. Seseorang belajar memahami ujaran dengan mereaksi stimulus secara memadai dan memperoleh penguatan untuk reaksi itu.
Salah satu percobaan yang terkenal untuk membentuk model perilaku berbahasa dari sudut behavioris adalah yang dikemukakan oleh Skinner (1957) dalam Verbal Behavior. Percobaan Skiner dikenal dengan percobaannya tentang perilaku binatang yang terkenal dengan kotak skinner. Teori skinner tentang perilaku verbal merupakan perluasan teorinya tentang belajar yang disebutnya operant conditioning. Konsep ini mengacu pada kondisi ketika manusia atau binatang mengirimkan respons atau operant (ujaran atau sebuah kalimat) tanpa adanya stimulus yang tampak. Operant itu dipertahankan dengan penguatan. Misalnya, jika seorang anak kecil mengatakan minta susu dan orang tuanya memberinya susu, maka operant itu dikuatkan. Dengan perulangan yang terus menerus operant semacam itu akan terkondisikan.
Menurut Skinner, perilaku verbal adalah perilaku yang dikendalikan oleh akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah, perilaku itu akan terus dipertahankan. Kekuatan serta frekuensinya akan terus dikembangkan. Bila akibatnya hukuman, atau bila kurang adanya penguatan, perilaku itu akan diperlemah atau pelan-pelan akan disingkirkan.
Sebagai contoh dapat kita saksikan perilaku anak-anak di sekeliling kita. Ada anak kecil menangis meminta es pada ibunya. Tetapi, karena ibunya yakin dan percaya bahwa es itu menggunakan pemanis buatan maka sang ibu tidak meluluskan permintaan anaknya. Sang anak terus menangis. Tetapi sang ibu bersikukuh tidak menuruti permintaannya. Lama kelamaan tangis anak tersebut akan reda dan lain kali lain tidak akan minta es semacam itu lagi kepada ibunya, apalagi dengan menangis. Seandainya anak itu kemudian dituruti keinginannya oleh ibunya, apa yang terjadi? Pada kesempatan yang lain sang anak akan minta es lagi. Apabila ibunya tidak meluluskannya maka ia akan menangis dan terus menangis sebab dengan menangis ia akan mendapatkan es. Kalau ibunya memberi es lagi maka perbuatan menangis itu dikuatkan. Pada kesempatan lain dia akan menangis manakala ia meminta sesuatu pada ibunya.
Implikasi teori ini ialah bahwa guru harus berhati-hati dalam menentukan jenis hadiah dan hukuman. Guru harus mengetahui benar kesenangan siswanya. Hukuman harus benar-benar sesuatu yang tidak disukai anak, dan sebaliknya hadiah merupakan hal yang sangat disukai anak. Jangan sampai anak diberi hadiah menganggapnya sebagai hukuman atau sebaliknya, apa yang menurut guru adalah hukuman bagi siswa dianggap sebagai hadiah. Contoh, anak yang suka bermain sepakbola, akan menganggap pemberian waktu untuk bermain sepakbola adalah hadiah, sebaliknya, melarang untuk sementara waktu tidak bermain sepakbola adalah hukuman yang menyakitkan.
Beberapa linguis dan ahli psikologi sependapat bahwa model Skinner tentang perilaku berbahasa dapat diterima secara memadai untuk kapasitas memperoleh bahasa, untuk perkembangan bahasa itu sendiri, untuk hakikat bahasa dan teori makna.
Teori yang tak kalah menariknya untuk kita kaji adalah Teori Pembiasaan Klasik dari Pavlov (1848-1936) yang merupakan teori stimulus – respons yang pertama menjadi dasar lahirnya teori-teori Stimulus – Respons yang lainnya. Pavlov berpendapat bahwa pembelajaran merupakan rangkaian panjang dari respons-respons yang dibiasakan. Menurut teori Pembiasaan Klasik ini kemampuan seseorang untuk membentuk respons-respons yang dibiasakan berhubungan erat dengan jenis sistem yang digunakan. Teori ini percaya adanya perbedaan-perbedaan yang dibawa sejak lahir dalam kemampuan belajar. Respons yang dibiasakan (RD) dapat diperkuat dengan ulangan-ulangan teratur dan intensif. Pavlov tidak percaya dengan pengertian atau pemahaman atau apa yang disebut insight (kecepatan melihat hubungan-hubungan di dalam pikiran). Jadi dapat dikatakan bagi Pavlov respons yang dibiasakan adalah unit dasar pembelajaran yang paling baik.
Teori Pavlov tersebut didukung pula oleh Thorndike (1874-1919) yang menghasilkan Teori Penghubungan atau dikenal dengan trial and error. Teori ini didasarkan pada sebuah eksperimen yang tak jauh berbeda dengan Pavlov. Thorndike menggunakan kucing sebagai sarana eksperimennya yang berhasil membuka engsel dengan cara dibiasakan dan dihubung-gubungkan. Dari hasil eksperimen itu, Thorndike berpendapat bahwa pembelajaran merupakan suatu proses menghubung-hubungkan di dalam sistem saraf dan tidak ada hubungannya dengan insight atau pengertian. Yang dihubungkan adalah peristiwa-peristiwa fisik dan mental dalam pembelajaran itu. Yang dimaksud dengan peristiwa fisik adalah segala rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons). Sedangkan peristiwa mental adalah segala hal yang dirasakan oleh pikiran (akal). Thorndike menemukan hukum latihan ( the law of exercise) dan hukum akibat (the law of effect) yang kita kenal sekarang dengan reinforcement atau penguatan. Contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika belajar naik sepeda atau dalam belajar bahasa adalah dalam pengucapan kata-kata sulit. Kegagalan yang diulang terus menerus lama-kelamaan akan berhasil.
Upaya lain untuk mendukung teori Behaviorisme dalam pemerolehan bahasa dilakukan Osgood (1953). Dia menjelaskan bahwa proses pemerolehan semantik (makna) didasarkan pada teori mediasi atau penengah. Menurutnya, makna merupakan hasil proses pembelajaran dan pengalaman seseorang dan merupakan mediasi untuk melambangkan sesuatu. Makna sebagai proses mediasi pelambang dan merupakan satu bagian yang distingtif dari keseluruhan respons terhadap suatu objek yang dibiasakan pada kata untuk objek itu, atau persepsi untuk objek itu. Osgood telah memperkenalkan konsep sign (tanda atau isyarat) sehubungan dengan makna
Pendapat para ahli psikologi behaviorisme yang menekankan pada observasi empirik dan metode ilmiah hanya dapat mulai menjelaskan keajaiban pemerolehan dan belajar bahasa tapi ranah kajian bahasa yang sangat luas masih tetap tak tersentuh. 


B.      Teori Nativisme

Berbeda dengan kaum behavioristik, kaum nativistik atau mentalistik berpendapat bahwa pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi pada hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh dari lingkungan sekitar. Selama belajar bahasa pertama sedikit demi sedikit manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah terprogramkan. Dengan perkataan lain, mereka menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis. Menurut mereka bahasa terlalu kompleks dan mustahil dapat dipelajari oleh manusia dalam waktu yang relatif singkat lewat proses peniruan sebagaimana keyakinan kaum behavioristik. Jadi beberapa aspek penting yang menyangkut sistem bahasa menurut keyakinan mereka pasti sudah ada dalam diri setiap manusia secara alamiah.

Istilah nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh bakat. Bahwa setiap manusia dilahirkan sudah memiliki bakat untuk memperoleh dan belajar bahasa. Teori tentang bakat bahasa itu memperoleh dukungan dari berbagai sisi. Eric Lenneberg (1967) membuat proposisi bahwa bahasa itu merupakan perilaku khusus manusia dan bahwa cara pemahaman tertentu, pengkategorian kemampuan, dan mekanisme bahasa yang lain yang berhubungan ditentukan secara biologis.
Chomsky dalam Hadley (1993: 48) yang merupakan tokoh utama golongan ini mengatakan bahwasannya hanya manusia makhluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi lewat bahasa verbal. Selain itu bahasa juga sangat kompleks oleh sebab itu tidak mungkin manusia belajar bahasa dari makhluk Tuhan yang lain. Chomsky juga menyatakan bahwa setiap anak yang lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan apa yang disebutnya “alat penguasaan bahasa” atau LAD (language Acquisition Device). Chomsky dalam Hadley (1993:50) mengemukakan bahwa belajar bahasa merupakan kompetensi khusus bukan sekedar subset belajar secara umum. Cara berbahasa jauh lebih rumit dari sekedar penetapan Stimulus- Respon. Chomsky dalam Hadley (1993: 48) mengatakan bahwa eksistensi bakat bermanfaat untuk menjelaskan rahasia penguasaan bahasa pertama anak dalam waktu singkat, karena adanya LAD. Menurut golongan ini belajar bahasa pada hakikatnya hanyalah proses pengisian detil kaidah-kaidah atau struktur aturan-aturan bahasa ke dalam LAD yang sudah tersedia secara alamiah pada manusia tersebut.
Salah seorang penganut golongan ini Mc. Neil (Brown, 1980:22) mendeskripsikan LAD itu terdiri atas empat bakat bahasa, yakni:
a. Kemampuan untuk membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain.
b. Kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam.
c. Pengetahuan adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin dan sistem yang lain yang tidak mungkin.
d. Kemampuan untuk mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang mungkin dengan cara yang paling sederhana dari data kebahasaan yang diperoleh.
Manusia mempunyai bakat untuk terus menerus mengevaluasi sistem bahasanya dan terus menerus mengadakan revisi untuk pada akhirnya menuju bentuk yang berterima di lingkungannya.
Chomsky dalam Hadley (1993: 49) mengemukakan bahwa bahasa anak adalah sistem yang sah dari sistem mereka. Perkembangan bahasa anak bukanlah proses perkembangan sedikit demi sedikit stuktur yang salah, bukan dari bahasa tahap pertama yang lebih banyak salahnya ke tahap berikutnya, tetapi bahasa anak pada setiap tahapan itu sistematik dalam arti anak secara terus menerus membentuk hipotesis dengan dasar masukan yang diterimanya dan kemudian mengujinya dalam ujarannya sendiri dan pemahamannya. Selama bahasa anak itu berkembang hipotesis itu terus direvisi, dibentuk lagi atau kadang-kadang dipertahankan.


C.      Teori Kognitivisme

Pada tahun 60-an golongan kognitivistik mencoba mengusulkan pendekatan baru dalam studi pemerolehan bahasa. Pendekatan tersebut mereka namakan pendekatan kognitif. Jika pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan yang dianut golongan kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral dari pendekatan ini yakni kemampuan berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif sang anak. Mereka beranggapan bahwa bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia. Oleh sebab itu perkembangan bahasa harus berlandas pada atau diturunkan dari perkembangan dan perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi manusia. Dengan demikian urutan-urutan perkembangan kognisi seorang anak akan menentukan urutan-urutan perkembangan bahasa dirinya.

Menurut aliran ini kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi di dalam lingkungan. Titik awal teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan struktur dalam bahasa yang didengar di sekelilingnya. Pemahaman, produksi, komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai hasil dari proses kognitif anak yang secara terus menerus berubah dan berkembang. Jadi stimulus merupakan masukan bagi anak yang berproses dalam otak. Pada otak terjadi mekanisme mental internal yang diatur oleh pengatur kognitif, kemudian keluar sebagai hasil pengolahan kognitif tadi.
Konsep sentral teori kognitif adalah kemampuan berbahasa anak berasal dari kematangan kognitifnya. Proses belajar bahasa secara kognitif merupakan proses berpikir yang kompleks karena menyangkut lapisan bahasa yang terdalam. Lapisan bahasa tersebut meliputi: ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang saling berpengaruh pada struktur jiwa manusia. Bahasa dipandang sebagai manifestasi dari perkembangan aspek kognitif dan afektif yang menyatakan tentang dunia dan diri manusia itu sendiri.
Dapat dikemukakan bahwa pendekatan kognitif menjelaskan bahwa:
a. dalam belajar bahasa, bagaimana kita berpikir
b. belajar terjadi dan kegiatan mental internal dalam diri kita
c. belajar bahasa merupakan proses berpikir yang kompleks.
Laughlin dalam Elizabeth (1993: 54) berpendapat bahwa dalam belajar bahasa seorang anak perlu proses pengendalian dalam berinteraksi dengan lingkungan. Pendekatan kognitif dalam belajar bahasa lebih menekankan pemahaman, proses mental atau pengaturan dalam pemerolehan, dan memandang anak sebagai seseorang yang berperan aktif dalam proses belajar bahasa.
Selanjutnya menurut Piaget dalam Mansoer Pateda (1990: 67), salah seorang tokoh golongan ini mengatakan bahwa struktur komplek dari bahasa bukanlah sesuatu yang diberikan oleh alam dan bukan pula sesuatu yang dipelajari lewat lingkungan. Struktur tersebut lahir dan berkembang sebagai akibat interaksi yang terus menerus antara tingkat fungsi kognitif si anak dan lingkungan lingualnya.Struktur tersebut telah tersedia secara alamiah. Perubahan atau perkembangan bahasa pada anak akan bergantung pada sejauh mana keterlibatan kognitif sang anak secara aktif dengan lingkungannya.
Proses belajar bahasa terjadi menurut pola tahapan perkembangan tertentu sesuai umur. Tahapan tersebut meliputi:
a. Asimilasi: proses penyesuaian pengetahuan baru dengan struktur kognitif
b. Akomodasi: proses penyesuaian struktur kognitif dengan pengetahuan baru
c. Disquilibrasi: proses penerimaan pengetahuan baru yang tidak sama dengan yang telah diketahuinya.
d. Equilibrasi: proses penyeimbang mental setelah terjadi proses asimilasi.
Menurut Ausubel dalam Elizabeth (1993: 59) mengatakan proses belajar bahasa terjadi bila anak mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru. Proses itu melalui tahapan memperhatikan stimulus yang diberikan, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Selanjutnya menurut Bruner dalam Mansoer Pateda (1990: 49) mengemukakan bahwa, proses belajar bahasa lebih ditentukan oleh cara anak mengatur materi bahasa bukan usia anak. Proses belajar bahasa didapat melalui: enaktif yaitu aktivitas untuk memahami lingkungan; ikonik yaitu melihat dunia lewat gambar dan visualisasi verbal; simbolik yaitu memahami gagasan-gagasan abstrak.


D.      Teori Konstruktvisme

Jean Piaget dan Leu Vygotski adalah dua nama yang selalu diasosiasikan dengan kontruktivisme. Ahli kontruktivisme menyatakan bahwa manusia membentuk versi mereka sendiri terhadap kenyataan, mereka menggandakan beragam cara untuk mengetahui dan menggambarkan sesuatu untuk mempelajari pemerolehan bahasa pertama dan kedua.

Pembelajaran harus dibangun secara aktif oleh pembelajar itu sendiri dari pada dijelaskan secara rinci oleh orang lain. Pengetahuan yang diperoleh didapatkan dari pengalaman. Namun demikian, dalam membangun pengalaman siswa harus memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pikirannya, menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen dan percakapan atau tanya jawab, serta untuk mengamati dan membandingkan fenomena yang sedang diujikan dengan aspek lain dalam kehidupan mereka. Selain itu juga guru memainkan peranan penting dalam mendorong siswa untuk memperhatikan seluruh proses pembelajaran serta menawarkan berbagai cara eksplorasi dan pendekatan.
Siswa dapat benar-benar memahami konsep ilmiah dan sains karena telah mengalaminya. Penjelasan mendetail dari guru belum tentu mencerminkan pemahaman siswa mengerti kata-kata ilmiahnya, tapi tidak memahami konsepnya. Namun jika siswa telah mencobanya sendiri, maka pemahaman yang didapat tidak hanya berupa kata-kata saja, namun berupa konsep.
Dalam rangka kerjanya, ahli konstruktif menantang guru-guru untuk menciptakan lingkungan yang inovatif dengan melibatkan guru dan pelajar untuk memikirkan dan mengoreksi pembelajaran. Untuk itu ada dua hal yang harus dipenuhi, yaitu:
1) Pembelajar harus berperan aktif dalam menyeleksi dan menetapkan kegiatan sehingga menarik dan memotivasi pelajar,
2) Harus ada guru yang tepat untuk membantu pelajar-pelajar membuat konsep-konsep, nilai-nilai, skema, dan kemampuan memecahkan masalah.


E.       Teori Humanisme

Teori ini muncul diilhami oleh perkembangan dalam psikologi yaitu psikologi Humanisme. Sesuai pendapat yang dikemukakan oleh McNeil (1977) “In many instances, communicative language programmes have incorporated educational phylosophies based on humanistic psikology or view which in the context of goals for other subject areas has been called ‘the humanistic curriculum’. Teori humanisme dalam pengajaran bahasa pernah diimplementasikan dalam sebuah kurikulum pengajaran bahasa dengan istilah Humanistic curriculum yang diterapkan di Amerika utara di akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Kurikulum ini menekankan pada pembagian pengawasan dan tanggungjawab bersama antar seluruh siswa didik. Humanistic curiculum menekankan pada pola pikir, perasaan dan tingkah laku siswa dengan menghubungkan materi yang diajarkan pada kebutuhan dasar dan kebutuhan hidup siswa. Teori ini menganggap bahwa setiap siswa sebagai objek pembelajaran memiliki alasan yang berbeda dalam mempelajari bahasa.

Tujuan utama dari teori ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa agar bisa berkembang di tengah masyarakat. The deepest goal or purpose is to develop the whole persons within a human society. (McNeil,1977)
Sementara tujuan teori humanisme menurut Coombs (1981):
a.Pengajaran disusun berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa. program pengajaran diarahkan agar siswa mampu menciptakan pengalaman sendiri berdasarkan kebutuhannya. hal ini dilakukan untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasikan dirinya dan untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya.
c. Pengajaran disusun untuk memperoleh keterampilan dasar (akademik, pribadi, antar pribadi, komunikasi, dan ekonomi) berdasarkan kebutuhan masing-masing siswa.
d.Memilih dan memutuskan aktivitas pengajaran secara individual dan mampu menerapkannya.
e. Mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai, dan persepsi.
f. Mengembangkan suasana belajar yang menantang dan bisa dimengerti.
g.Mengembangkan tanggung jawab siswa, mengembangkan sikap tulus, respek, dan menghargai orang lain, dan terampil dalam menyelesaikan konflik.Teori Humanisme dalam pangajaran bahasa banyak dipengaruhi oleh pemikiran para ahli psikologi humanisme seperti Abraham maslow, Carl Roger, Fritz Peers dan Erich Berne. Para ahli psikologi tersebut menciptakan sebuah teori dimana pendidikan berpusat pada siswa (learner centered-pedagogy). Prakteknya dalam dunia pendidikan yaitu dengan menggabungkan pengembangan kognitif dan afektif siswa.
Dalam teori humanisme, setiap siswa memiliki tanggung jawab terhadap pembelajaran mereka masing-masing, mampu mengambil keputusan sendiri, memilih dan mengusulkan aktivitas yang akan dilakukan mengungkapkan perasaan dan pendapat mengenai kebutuhan, kemampuan, dan kesenangannya. Dalam hal ini, guru berperan sebagai fasilitator pengajaran, bukan menyampaikan pengetahuan.
Sementara menurut Fraida Dubin dan Elita Olshtain (1992-76) pengajaran bahasa menurut teori humanisme, sbb.
1)  Sangat menekankan kepada komunikasi yang bermakna (meaningful communication) berdasarkan sudut pandang siswa. Teks harus otentik, tugas-tugas harus kommunikatif, Outcome menyesuaikan dan tidak ditentukan atau ditargetkan sebelumnya.
2)  Pendekatan ini berfokus pada siswa dengan menghargai existensi setiap individu.
3)  Pembelajaran digambarkan sebagai sebuah penerapan pengalaman individual dimana siswa memiliki kesempatan berbicara dalam proses pengambilan keputusan.
4)  Siswa lain sebagai kelompok suporter dimana mereka saling berinteraksi, saling membantu dan saling mengevaluasi satu sama lain.
5)  Guru berperan sebagai fasilitator yang lebih memperhatikan atmosphere kelas dibanding silabus materi yang digunakan.
6)  Materi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan siswa.
7)  Bahasa ibu para siswa dianggap sebagai alat yang sangat membantu jika diperlukan untuk memahami dan merumuskan hipotesa bahasa yang dipelajari.
Carl Rogers (1902-1987) dianggap sebagai penemu dan panutan dalam perkembangan pendekatan humanistik dalam pendidikan. Roger (1980) menekankan pada kebutuhan secara alamiah dari setiap orang untuk belajar. Peran guru adalah sebagai fasilitator pengajaran.


F.       Teori Sibernetik

Istilah sibernetika berasal dari bahasa Yunani (Cybernetics berarti pilot). Istilah Cybernetics yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi sibernetika, pertama kali digunakan th.1945 oleh Nobert Wiener dalam bukunya yang berjudul Cybernetics. Nobert mendefinisikan Cybernetics sebagai berikut," The study of control and communication in the animal and the machine." Istilah sibernetika digunakan juga oleh Alan Scrivener (2002) dalam bukunya 'A Curriculum for Cybernetics and Systems Theory.' Sebagai berikut "Study of systems which can be mapped using loops (or more complicated looping structures) in the network defining the flow of information. Systems of automatic control will of necessity use at least one loop of information flow providing feedback." Artinya studi mengenai sistem yang bisa dipetakan menggunakan loops (berbagai putaran) atau susunan sistem putaran yang rumit dalam jaringan yang menjelaskan arus informasi. Sistem pengontrol secara otomatis akan bermanfaat, satu putaran informasi minimal akan menghasilkan feedback. Sementara Ludwig Bertalanffy memandang fungsi sibernetik dalam berkomunikasi. "Cybernetics is a theory of control systems based on communication (transfer of information) between systems and environment and within the system, and control (feedback) of the system's function in regard to environment. 

Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada komunikasi (penyampaian informasi) antara sistem dan lingkungan dan antar sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan memperhatikan lingkungan.
Seiring perkembangan teknologi informasi yang diluncurkan oleh para ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer sebagai media untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama relasi, mencari handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau pelatihan, bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan memiliki perbedaan dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah seiring perkembangan waktu. Pembelajaran digambarkan sebagai : INPUT => PROSES => OUTPUT
Teori sibernetik diimplementasikan dalam beberapa pendekatan pengajaran (teaching approach) dan metode pembelajaran, yang sudah banyak diterapkan di Indonesia. Misalnya virtual learning, e-learning, dll.
Beberapa kelebihan teori sibernetik:
a. Setiap orang bisa memilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan untuk dirinya, dengan mengakses melalui internet pembelajaran serta modulnya dari berbagai penjuru dunia.
b. Pembelajaran bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan komunikatif. Dengan animasi-animasi multimedia dan interferensi audio, siswa tidak akan bosan duduk berjam-jam mempelajari modul yang disajikan.
c.Menganggap dunia sebagai sebuah 'global village', dimana masyarakatnya bisa saling mengenal satu sama lain, bisa saling berkomunikai dengan mudah, dan pembelajaran bisa dilakukan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, sepanjang sarana pembelajaran mendukung.
d. Buku-buku materi ajar atau sumber pembelajaran lainnya bisa diperoleh secara autentik (sesuai aslinya), cepat dan murah.
e. Ketika bertanya atau merespon pertanyaan guru atau instruktur, secara psikologis siswa akan lebih berani mengungkapkanya, karena siswa tidak akan merasa takut salah dan menanggung akibat dari kesalahannya secara langsung. 

G.      Pendekatan Pembelajaran Bahasa
Dalam proses belajar mengajar, kita mengenal istilah pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Istilah-istilah tersebut sering digunakan dengan pengertian yang sama; artinya, orang menggunakan istilah pendekatan dengan pengertian yang sama dengan pengertian metode, dan sebaliknya menggunakan istilah metode dengan pengertian yang sama dengan pendekatan; demikian pula dengan istilah teknik dan metode. Pendekatan merupakan dasar teoretis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara lain asumsi yang menganggap bahasa sebagai kebiasaan; ada pula yang menganggap bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan; dan ada lagi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah, norma, dan aturan. Asumsi-asumsi tersebut menimbulkan adanya pendekatan-pendekatan yang berbeda, yakni:
1.       Pendekatan belajar berbahasa berarti berusaha membiasakan dan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.
2.       Pendekatan belajar berbahasa berarti berusaha untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan sehingga berpengaruh pada kemampuan berbicara.
3.       Pendekatan pembelajaran bahasa yang harus diutamakan ialah pemahaman akan kaidah-kaidah yang mendasari ujaran, tekanan pembelajaran pada aspek kognitif bahasa, bukan pada kemampuan menggunakan bahasa.
            Pendekatan yang telah lama diterapkan dalam pembelajaran bahasa antara lain ialah pendekatan tujuan dan pendekatan struktural. Kemudian menyusul pendekatan-pendekatan yang dipandang lebih sesuai dengan hakikat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan komunikatif.
1.       Pendekatan Tujuan, dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan belajar mengajar, yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah tujuan yang hendak dicapai. Jadi, proses belajar mengajar ditentukan oleh tujuan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan itu sendiri.Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa kurikulum disusun berdasarkan suatu pendekatan. Misalnya, untuk pokok bahasan menulis, tujuan pembelajaran yang ditetapkan ialah “Siswa mampu membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau informasi dari bacaan”. Dengan berdasar pada pendekatan tujuan, maka yang penting ialah tercapainya tujuan, yakni siswa memiliki kemampuan mengarang. Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan “cara belajar tuntas”.
2. Pendekatan Struktural, merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa dimana bahasa harus dipahami sebagai seperangkat kaidah, norma, dan aturan. Karena itu pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Selain itu, pembelajaran bahasa perlu dititikberatkan pada pengetahuan tentang ketatabahasaan yang menjadi sangat penting. Jelas bahwa aspek kognitif bahasa lebih diutamakan. Dengan pedekatan struktural, siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat, karena mereka memahami kaidah-kaidahnya.
3. Pendekatan Komunikatif, merupakan pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Karena bahasa memiliki fungsi sebagai  sarana untuk berkomunikasi. Littlewood (1981) mengemukakan beberapa alternatif teknik pembelajaran bahasa.
Macam-Macam Metode pembelajaran :
a.     Metode Ceramah
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Dengan metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya. Metode ceramah cocok untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan.
b.     Metode Diskusi, Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif dibanding metode ceramah. Metode ini dapat meningkatkan pemahaman anak pada konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah. Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak dari pada metode diskusi.
c.     Metode Demonstrasi, Metode pembelajaran demontrasi merupakan metode pembelajaran yang sangat efektif untuk menolong siswa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Demonstrasi sebagai metode pembelajaran seorang guru atau seorang demonstrator (orang luar yang sengaja diminta) atau seorang siswa memperlihatkan kepada seluruh kelas sesuatu proses.
d.      Metode Ceramah Plus, Metode Pembelajaran Ceramah Plus adalah metode pengajaran yang menggunakan lebih dari satu metode, yakni metode ceramah yang dikombinasikan dengan metode lainnya. Ada tiga macam metode ceramah plus, diantaranya yaitu:
1)       Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas
2)       Metode ceramah plus diskusi dan tugas
3)       Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL)
e.     Metode Study Tour (Karya wisata), adalah metode mengajar dengan mengajak peserta didik mengunjungi suatu objek guna memperluas pengetahuan dan selanjutnya peserta didik membuat laporan dan mendiskusikan serta membukukan hasil kunjungan tersebut dengan didampingi oleh pendidik.
f.       Metode Latihan Keterampilan, adalah suatu metode mengajar dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta didik, dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu (misal: membuat tas dari mute). Metode latihan keterampilan ini bertujuan membentuk kebiasaan atau pola yang otomatis pada pesertrta didik.

H.      Teknik Pembelajaran Bahasa
Teknik diartikan sebagai metode atau sistem mengerjakan sesuatu (KBBI, 2001:1158). Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar yang telah disusun (dalam metode), berdasarkan pendekatan yang dianut. Teknik yang digunakan oleh guru bergantung pada kemampuan guru itu mencari akal atau siasat agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancer dan berhasil dengan baik. Untuk metode yang sama dapat digunakan teknik pembelajaran yanmg berbeda-beda bergantung pada situasi kelas, lingkungan dan sifat-sifat siswa serta kondisi yang lain. Teknik pembelajaran ditentukan berdasar pada metode yang digunakan, dan metode disusun berdasarkan pendekatan yang dianut. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, teknik ini mengacu pada implementasi perencanaan pembelajaraan Bahasa Indonesia di depan kelas. Teknik bersifat prosedural. Teknik yang baik dijabarkan metode dan serasi dengan pendekatan.
Berikut sejumlah teknik dalam pembelajaran bahasa Indonesia:
A.      Teknik Ceramah
 pelaksanaan teknik ceramah dikelas rendah dapat berbentuk cerita kenyataan, dongeng atau informasi tentang ilmu pengetahuan.
B.      Teknik Tanya Jawab
teknik tanya jawab dapat diterapkan pada latihan keterampilan menyimak, membaca, berbicara dan menulis. Selain guru bertanya pada murid, murid juga dapat bertanya pada guru.

C.      Teknik Diskusi Kelompok.
teknik ini dapat dilakukan di kelas rendah dengan bimbingan guru. Peran guru terutama dalam pemilihan bahan diskusi, pemilihan ketua kelompok dan memotivasi siswa lainnya agar mau berbicara atau bertanya.
 Teknik Pemberian Tugas
teknik ini bertujuan agar siswa lebih aktif dalam mendalami pelajaran dan memiliki keterampilan tertentu, untuk siswa kelas rendah tugas individual dapat dilakukan dengan cara membuat catatan kegiatan harian atau disuruh menghafal puisi atau lagu.


D.      Teknik Bermain Peran
teknik ini bertujuan agar siswa menghayati kejadian atau peran seseorang dalam hubungan sosialnya. Dalam bermain peran siswa dapat mencoba menempatkan diri sebagai tokoh atau pribadi tertentu, misal: sebagai guru, sopir, dokter, pedagang, hewan, dan tumbuhan. Setelah itu diharapkan siswa dapat menghargai jasa dan peranan orang lain, alam dalam kehidupannya.
E.       Teknik Karya Wisata
teknik ini dilaksanakan dengan cara membawa langsung siswa kepada obyek yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Misalkan : museum, kebun binatang, tempat pameran atau tempat karya wisata lainnya.
F.       Teknik Sinektik
strategi pengajaran sinektik merupakan susatu strategi untuk menjadikan suatau masyarakat intelektual yang menyediakan berbagai siswa untuk bertindak kreatif dan menjelajahi gagasan-gagasan baru dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan alam, teknologi, bahasa dan seni


Senin, 23 November 2020

Metode Offbit : Sillent Way, Sugestopedia

 Prosedur Metode Silent Way di Dalam Kelas Guru mengajar tentang angka di kelas step 1 PIA English Course Manado. Pertama, Guru menyediakan alat peraga berupa Rod. Rod yang digunakan berjumlah sepuluh buah dengan warna yang berbeda-beda yang nantinya digunakan yaitu : red, blue, yellow, green, orange, brown, white, black, pink and grey. Sebagai alat 9 peraga dalam membentuk angka dan kalimat. Kemudian guru mulai menjelaskan warna-warna yang ada pada setiap rod beserta angkanya, seperti : red is one, blue is two, yellow is three, green is four, orange is five, brown is six, white is seven, black is eight, pink is nine and grey is ten. Setelah itu guru mengangkat rod yang ada secara berurutan dan kemudian dengan serentak siswa mulai mengucapkannya. Tahap ini dilakukan secara berulangkali sampai siswa mengerti akan warna dan angka yang di jelaskan oleh guru. Tahap selanjutya guru mulai membentuk kalimat dengan mengangkat salah satu rod dan mengatakan ³RQHLV UHG¥ dan kemudian memberikan rod yang dipegang oleh guru kepada salah satu siswa dan siswa tersebut mengulang kembali apa yang sudah dikatakan oleh guru. Setelah itu mengambil rod kedua dan memberikannya kepada siswa yang lain dan siswa tersebut harus mengatakan warna dan angka sesuai dengan apa yang sudah dijelaskan oleh guru. Guru melakukannya sampai pada rod yang terakhir. Guru kemudian mengumpulkan kembali rod yang ada dan mengangkat rod satu persatu secara acak dan dikatakan oleh siswa secara serentak dan benar. Metode ini digunakan agar dapat memudahkan siswa dalam memahami angka, warna dan kalimat. Guru mengunakan cara yang kreatif supaya lebih mendorong siswa dalam mengatakan angka, warna dan kalimat sehingga kosa kata tersebut dapat tersimpan dalam pikiran siswa dengan cepat. Secara teknis, penggunaan metode belajar bahasa Inggris dengan Silent Way adalah : [Setelah itu guru mengangkat rod yang ada secara berurutan dan seluruh siswa mulai mengucapkannya ] SS :  blue is two, yellow is three, green is four, orange is five, : [Guru melakukan hal tersebut secara berulangkali] Tahap selanjutnya guru mulai membentuk kalimat T : [Mengambil satu rod dan berkata]  [Memberikan rod yang dipegangnya kepada seorang siswa dan siswa tersebut mengulang apa yang dikatakan guru] S :  : [Mengambil rod yang kedua dan ketiga kemudian berkata ]  : [Siswa mengikuti dan berkata] [Mengambil rod berwarna orange dan menunjuk seorang siswa untuk menebak] S : ³ [Mengambil satu persatu rod secara acak dan menunjuk siswa secara bergantian untuk menebak rod tersebut] T : [Dengan hanya diam, guru mengambil rod berwarna merah muda dan menunjuk siswa] S : ³nine is pink¥ T : [Mengambil rod berwarna abu-abu, memberikan sinyal kepada siswa 11 untuk menebak] S : [Siswa dengan lantang berkata] ³ten is grey¥ T : [Mengambil rod berwarna coklat dan putih] SS : [Secara serentak seluruh siswa berkata]  : [Guru mengambil 5 rod yaitu hijau, abu-abu, kuning, hitam dan merah. Kemudian menunjuk seorang siswa menebak angka dari warna-warna tersebut] S : [Siswa mulai menebak dan berkata]  : [Mengambil rod warna putih dan memberikan sinyal kepada semua siswa untuk menebak] SS : [Seluruh siswa berkata] ³ : [Kemudian guru menyuruh seorang siswa maju ke depan kelas dan mengambil salah satu rod] S : [Siswa mengambil rod warna biru dan berkata] ³: [Memberikan perintah kepada siswa yang ada di depan kelas untuk mengambil salah satu rod dan menunjuk siswa yang lain untuk menebak rod tersebut] S : [Siswa mengambil rod warna orange dan memberikan sinyal kepada siswa lain untuk menebak] S : [Siswa berkata] ³ILYHLVRUDQJH¥ Hal ini dilakukan secara terus menerus oleh guru sampai siswa benar-benar mengerti apa yang diajarkan tadi. 12 Dengan penggunaan prosedur metode Silent Way siswa mempelajari penggunaan adjektiva, manajemen, peletakan kata, kosa kata baru, serta mereka mampu membuat perbedaan arti tanpa harus melakukan alih bahasa.

Rabu, 11 November 2020

Hambatan dalam kegiatan berbicara (hambatan internal dan eksternal

 

  1. Faktor Yang Menghambat Keterampilan BerbicaraMenurutParaAhli

Tidaksemuaorangmemiliki kemahiran dalam berbicara, misalnya kegiatan berbicara di depan umum. Untuk berbicara di depan umum perlu proses belajar dan latihan secara sistematis dan berkesinambungan . Berbicara sangatlah penting untuk berproses komunikasi bersama orang lain. Menurut para ahli ada beberapa hal yang dapat menghambat dalam kegiatan berbicara yaitu:

  1. Taryono

Menurut Taryono ( Syaiful Musahaddat, 2015 : 47 ), mengemukakan hambatan-hambatan dalam berbicara terdiri atas hambatan yang datang dari pembicara sendiri ( internal ) dan hambatan yang datang dari luar pembicara ( eksternal ) penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

  • Hambatan internal

Hambatan internal adalah hambatan yang muncul dalam diri pembaca . Hal-hal yang dapat menghambat kegiatan berbicara adalah sebagai berikut:

  1. Hambatan yang bersifat fisik

Contoh hambatan yang bersifat fisik antara lain sebagai berikut:

1.Alat ucap yang sudah tidak sempurna lagi

Ketidaksempurnaan pada alat ucap manusia menyebabkan terjadinya gangguan berbicara, yakni bahasa yang keluar dari alat ucap manusia menjadi kurang dimengerti. Gangguan berbicara dapat disebabkan oleh faktor resonansimenyebabkan suara yang dihasilkan menjadi bersengau, misalnya pada anak sumbing. Pada orang sumbing misalnya suaranya menjadi bersengau atau bindeng karena rongga mulut dan rongga hidung yang digunakan untuk berkomunikasi melalui defek di langit-langit keras, sehingga resonansi yang seharusnya berjalan baik menjadi terganggu. Anak yang menderita bibir sumbing terdapat gangguan berbicara ketika mengucapkan kata-kata yang mengandung fonem /s/ ; /r/ ; /k/ ; /c/ ; /g/ ; /j/ ; /i/ ; dan /q/ .

Orang yang mendengarkan atau berkomunikasi dengan anak sumbing, harus lebih berkonsentrasi dan harus melihat konteks kalimatnya. Selanjutnya ketidaksempurnaan alat ucap karena kelainan pada mulut misalnya orang cadel. Cadel disebabkan karena adanya kelainan pada area mulut, misalnya lidah terlalu pendek, rahang terlalu lebar, dan bisa juga karena faktor kebiasaan berbicara cadel sejak kecil yang dianggap lucu oleh orang tua, dan mengakibatkan ketikaanak itu tumbuh menjadi dewasa tetap menggunakan kebiasaan tersebut yang dianggap benar. Orang yang cadel tidak memiliki kemamapuan untuk mengucapkan suatu huruf, biasanya huruf R. Usaha yang dilakukan untuk mengerti ucapan orang cadel yaitu lebih berkonsentrasi dan harus melihat konteks kalimatnya.

2. Kondisi fisik kurang sehat.

Jika kondisi fisik seseorang kurang sehat misalnya flu hal itu dapat menghambat kegiatan berbicara. Orang yang terkena flu biasanya bersengau atau bindeng.

3. Kesalahan dalam mengambil postur dan posisi tubuh.

Kesalahan dalam mengambil postur dan posisi tubuh dapat menghambat kegiatan berbicara. Misalnya ketika berbicara kedua tangan kita dilipat di dada, hal ini dapat mengakibatkan munculnya pemikiran pada lawan bicara bahwa anda memiliki sifat sombong. Seharusnya postur terbuka tidak menyilangkan atau melipat tangan di dada hal ini dapat memberikan perasaan nyaman kepada lawan bicara.

 

  1. Hambatan yang bersifat mental atau psikis .

Hambatan yang bersifat mental atau psikis terdiri atas dua bagian, yaitu:

1.Hambatan mental yang temporer atau sifatnya sementara

Seseorang biasanya memiliki rasa malu, rasa takut, dan rasa ragu atau grogi misalnya ketika berbicara di muka umum, rasa malu muncul karena berfikiran malu dilihat oleh banyak orang. Kemudian takut salah bicara, takut ditertawakan ataupun yang lainnya.

2. Hambatan mental yang bersifat laten

Hambatan mental yang bersifat laten  ada empat jenis yaitu, yang pertama tipe penggelisah, yang kedua tipe ehm vokalis yaitu secara artikulasi ditandai oleh bergetar tidaknya hambatan dalam saluran udara. Yang ketiga yaitu tipe penggumam dan yang keempat yaitu tipe tuna gairah.

3. Hambatan lain-lain.

Hambatan lain-lain dalam kegiatan berbicara adalah sebagai berikut:

1.Kegiatan penguasaan kaidah yaitu tata bunyi

Kurangnya penguasaan kaidah tentang tata bunyi contohnya mengucapkan apotik sedangkan yang benar adalah apotek . Kurangnya penguasaan kaidah tata kalimat, dan kurangnya penguasan kaidah tata makna contohnya tidak bisa menjelaskan makna secara jelas.

2. Kurangnya pengalaman dalam hal berbicara

Seseorang akan mengalami hambatan ketika berbicara karena orang tersebut kurang memiliki pengalaman untuk berbicara di depan orang banyak. Sehingga orang tersebut akan mudah grogi atau merasa takut.

3. Kurangnya perhatian pada tugas yang diemban di bidang berbicara

Biasanya ada orang yang menganggap enteng misalnya ketika akan melakukan kegiatan berbicara di muka umum, dan kurang memberikan perhatian yang penuh untuk berlatih.

4. Kebiasaan yang kurang baik

Kebiasaan yang kurang baik ini yang dilakukan dalam kegiatan berbicara misalnya ketika harus berbicara formal tetapi di campur dengan bahasa daerah.

 

  • Hambatan eksternal

Hambatan eksternal adalah hambatan yang datang dari luar pembicara. Hambatan eksternal meliputi:

  1. Hambatan yang berupa suara

Hambatan yang berupa suara yaitu bisa berasal dari dalam ruang atau dari luar ruang. Misalnya ketika di dalam kelas tidak berkonsentrasi akibat gaduh oleh suara siswa yang sedang mengobrol.

  1. Hambatan yang berupa gerak

Hambatan yang berupa gerak, misalnya sering terjadi dalam berbicara informal contohnya di dalam bus kota, kereta, atau pesawat. Ketika kendaran tersebut melaju kencang dan mengerem dadakan akan mengakibatkan tubuh bergerak dan menghambat kegiatan berbicara.

  1. Hambatan yang berupa cahaya

Hambatan yang berupa cahaya misalnya dapat terjadi ketika pembicaraan dilakukan malam hari atau ruang yang gelap tanpa pencahayaan.

  1. Hambatan yang berupa jarak.

ADVERTISEMENT
REPORT THIS AD

Hambatan yang berupa jarak misalnya pendengar atau pembicara tidak memperdulikan pentingnya pengaturan jarak bicara antara pembicara dengan pendengar . jika pembicara terlalu jauh jaraknya dengan pendengar maka akan kurang terdengar informasi yang disampaikan si pembicara.

 

 

  1. Rusmiati

Menurut Rusmiati (dalam Isah Cahyani dan Hodijah, 2007:63), hal-hal yang dapat menghambat kegiatan berbicara adalah sebagai berikut:

  • Hambatan Internal

Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari diri pembaca. Yang termasuk hambatan internal adalah sebagai berikut:

  1. Ketidaksempurnaan alat ucap

Kesalahan yang diakibatkan kurang sempurnanya alat ucap akan memengaruhi keefektifan dalam berbicara, pendengarakan salah menafsirkan maksud pembicara.

  1. Penguasaan komponen kebahasaan

Penguasaan komponen-komponen kebahasaan sebagai berikut:

Lafal dan intonasi

Seorang pembicara harus melafalkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat dan benar, misalnya pembicara mengatakan labotium sedangkan yang benar adalah laboratorium, hal itu dapat menghambat kegiatan berbicara.

Kemudian pembicara harus menggunakan intonasi yang tepat, misalnya pada kalimat “Pergi dari sini!”itu intonasinya harus tinggi karena menyatakan marah sedangkan pembicara menggunakan intonasi yang rendah, jelas sekali itu intonasi yang salah.

Pilihan kata

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas,dan bervariasi, pembicara yang memilih kata-kata asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia, hal itu akan menghambat kelancaran komunikasi. Soalnya tidak semua orang mengerti bahasa Inggris dan pembicara juga belum tentu mahir dalam berbahasa Inggris, jadi ketika dipaksakan akan menghambat kelancaran berbicara.

Struktur bahasa

Seorang pembicara jika tidak tahu bagian-bagian dari sesuatu berhubungan satu dengan lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan maka akan menghambat kegiatan berbicara.

Gaya bahasa

Seorang pembicara jika tidak memiliki ciri khas tersendiri dalam menyampaikan sesuatu untuk menarik perhatian para pendengar, maka hal itu akan menghambat kelancaran dalam kegiatan berbicara.

Pengguanaan komponen isi

Pengguanaan komponen isi meliputi hal-hal berikut ini:

1.Hubungan isi dengan topik

Seorang pembicara jika tidak paham mengenai topik  pembicaraan maka pembicara akan mengalami hambatan ketika memberikan penjelasan isi dari topik tersebut.

2. Struktur isi

Seorang pembicara jika tidak mengerti isi dari apa yang di bicarakannya maka pembicara akan mengalami hambatan untuk menyampaikan urutan-urutan yang berstruktur.

3. Kualitas isi

Tentunya isi yang disampaikan oleh pembicara harus bermutu, tidak harus banyak asal sesuai dengan tema.

4. Kelelahan dan kesehatan fisik maupun mental

Keadaan fisik akan memengaruhi keefektifan berbicara, jika pembicara sedang sakit misalnya flu maka suaranya akan menjadi bengau. Hal itu dapat menghambat kegiatan berbicara , mental pun sangat berpengaruh jika pembicara mudah merasa takut dan grogi maka akan menghambat kegiatan berbicara.

 

  • Hambatan eksternal

Hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar pembicara. Hambatan eksternal meliput:

  1. Suara atau bunyi

Ketika pembicara misalnya menyampaikan informasi, ketika pidato ada komentar  dari para pendengar yang negatif. Hal tu akan memengaruhi mental pembicara.

  1. Kondisi ruangan

Kegaduhan, keributan-keributan kecil yang terjadi di ruangan bisa membuat konsentrasi pembiacara menjadi buyar.

  1. Media

Misalnya pembicara ketika menjelaskan tentang suatu informasi mengenai bentuk segitiga, maka harus menyiapkan media yang mendukung sehingga pendengar bisa lebih paham mengenai bentuk segitiga. Jika tidak ada media yang mendukung maka pembicara akan mengalami hambatan ketika menjelaskan informasi tersebut.

  1. Pengetahuan pendengar

Pembicara yang baik adalah pembicara yang mampu mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki para pendengarnya, sehingga apa yang disampaikan pembicara bisa dipahami oleh pendengar.

 

Hal-hal yang Dapat Menanggulangi Hambatan Berbicara

Hal hal yang dapat menanggulangi hambatan berbicara adalah sebagai berikut:

  1. Pembicara harus menggunakan kelafalan yang jelas, misalnya seharusnya pembicara mengucapkan kuda, akan tetapi pembicara yang kurang jelas pelafalannya mengucapkan duda. Hal itu sangat jauh. Jadi seharusnya pembicara harus jelas dalam pelafalan.
  2. Pembicara harus menggunakan intonasi yang tepat ketika memberikan informasi mengenai perjuangan para pahlawan untuk kemerdekaan Indonesia, maka intonasi yang digunakan harus bersemangat.
  3. Banyak berlatih dan terus berusaha, misalnya ketika akan berpidato di muka umum, sebaiknya pembicara berlatih terlebih dahulu dan meminta pendapat kepada orang yang mendengar pada saat latihan.
  4. Harus menguatkan percaya diri, berfikiran positif dan tidak takut salah.
  5. Ketika akan berbicara di muka umum, pembicara harus menguasai isi dari bahan bacaan.
  6. Harus menggunakan ekspresi yang sesuai dan gerak tubuh yang tepat.